0
Istri Pengin Back to Asyik
Pejabat Orba dulu selalu bilang: back to basic, back to basic. Lha sekarang, ketika Vivi, 29 tahun, mau back to asyik back to asyik, kok suaminya melarang? Kenapa pula Saimun, 32 tahun, jadi bersikap keras pada bini sendiri? Soalnya, “asyik” di sini berarti kembali jadi WTS seperti dulu lagi. Daripada malu punya istri jadi pelacur, akhirnya lelaki dari Kebumen ini nekad menggorok leher istrinya hingga wasalam!
Etika, moral dan agama tak pernah kompromi pada pelacuran. Di belahan bumi manapun, keberadaan penjaja cinta selalu dianggap sebagai sampah masyarakat. Sebab dunia sudah mengakui bahwa pelacuran menyebabkan juga berkembang biaknya penyakit kelamin. Bahkan penyakit AIDS yang kini sudah mendunia, juga menuding kaum WTS sebagai penyebab mewabahnya penyakit mematikan itu.
Lelaki jika masih ada, mustakhil WTS bisa hilang, begitu kata Gubernur Ali Sadikin ketika memimpin Jakarta tahun 1070-an. Dan nyatanya, komoditas non migas itu memang terus meruyak ke berbagai kota dan lapisan masyarakat. Di Kebumen misalnya, Saimun adalah lelaki hidung belang yang sangat gemar kaum “the butterfly of night” tersebut. Baginya kala itu, selagi ada sate, buat apa beli kambing segala.
Usia Saimun sekitar 3 tahun lalu memang baru 29 tahun, sehingga merupakan masa getol-getolnya dalam urusan asmara cinta. Dalam debutnya sebagai petualang esek-esek, dia kemudian punya langganan WTS bernama Vivi. Selaian wajahnya lumayan cantik, bodinya meck, nggitar sepanyol. Ibarat ketela pohon, dia pulen dan mempur ketika dinikmati di ranjang. Pendek kata, Saimun selalu ketagihan kencan bersamanya.
Kalau mau berkata sejujurnya, sebetulnya cukup banyak pengalaman Saimun dalam urusan satu ini. Ibarat kata, jenis perempuan apa saja, pernah dicoba. Yang hitam, yang putih bersih, yang gemuk, yang langsing seperti tiang PLN, dia pernah mencoba. Tapi ketika ketemu Vivi, dia jadi terpaku dan tak mau pindah ke pelukan wanita lain. Pelayanan WTS asal Banjarnegara itu memang luar biasa. “Bersama Vivi, semuanya bisa,” begitu dia pernah bersemboyan.
Asyiknya kencan bersama Vivi, membuat Saimun ingin mengacu pada system monopoli. Bila Tomy Soeharto dulu bisa monopoli cengkeh, kenapa untuk urusan pekeh memekeh lelaki lain tak bisa? Oleh karenanya, dengan mengatasnamakan moral, ingin meningkatkan harkat dan derajatnya, Saimun kemudian bermaksud mengambil Vivi sebagai istri. Itu artinya, bila buku coklat dari KUA sudah distempel ceplok ceplok, Vivi tak boleh lagi melayani lelaki di ranjang, kecuali untuk mas Saimun seorang.
Tersanjung satu hingga tujuh hati Vivi mendengar tekad mulia Saimun. Ternyata masih ada lelaki yang mau mengangkat dirinya dari lembah kehidupan yang kotor. Karena Vivi juga tak mau jadi WTS seumur hidup, akhirnya ajakan Saimun pun diterima dengan senang hati. “Tapi mas Saimun tak menyesal punya istri bekas WTS?”, kata Vivi menjajagi tekad dan semangat pelanggan istimewanya.
Indah sekali kehidupan Vivi sekarang. Setelah menikah resmi dia lalu diboyong Saimun ke rumah kontrakan di bilangan Desa Kuweru Kecamatan Kuwarasan. Soal urusan ranjang tak ada perubahan. Hanya ketika masih dibordil dia melayani Saimun sebagai pelacur professional, kini Vivi menggoyang Saimun sebagai pemain amatir karena tak dibayar. Bila dulu sekadar untuk senang-senang, kini ada target pengin punya anak.
Kekecewaan Vivi mulai muncul ketika sampai berbulan-bulan jadi istri Saimun, ekonominya tak juga membaik. Dulu ketika jadi WTS prof tiap hari pegang uang, kini jarang-jarang dia punya uang lebih. Sebab semuanya sudah dijatah oleh suaminya, dan itu tak pernah cukup, karena penghasilan Saimum sebagai buruh memang kecil. “Saya tak kembali jadi WTS ya, biar punya duit lagi,” begitu mohon Vivi beberapa hari lalu.
Apapun alasannya, tentu saja Saimun tak mengizinkan istrinya back to asyik.. Masa istri yang sudah berplat item alias milik pribadi, kembali mau dikuningkan sebagai kendaraan umum? Oleh karenanya, dia menolak dengan keras gagasan edan bininya itu. Tapi rupanya, Vivi terus bersikeras pada keinginannya. “Habis, sampeyan jadi suami hanya modal titit doing,” kata Vivi saking kesalnya.
Hanya sedikit dan pendek kata-kata istrinya, tapi membuat Saimun sangat tersinggung berat. Tukang tambal ban itu jadi mata gelap. Pisau dapur diambil dan langsung dibuat menggorok leher istrinya yang tak mau diajak ke jalan yang benar itu. Habis membunuh bininya, Saimun lalu menyerahkan diri ke Polsek Kuwarasan. Gegerlah warga desa itu dalam sekejap.
Pejabat Orba dulu selalu bilang: back to basic, back to basic. Lha sekarang, ketika Vivi, 29 tahun, mau back to asyik back to asyik, kok suaminya melarang? Kenapa pula Saimun, 32 tahun, jadi bersikap keras pada bini sendiri? Soalnya, “asyik” di sini berarti kembali jadi WTS seperti dulu lagi. Daripada malu punya istri jadi pelacur, akhirnya lelaki dari Kebumen ini nekad menggorok leher istrinya hingga wasalam!
Etika, moral dan agama tak pernah kompromi pada pelacuran. Di belahan bumi manapun, keberadaan penjaja cinta selalu dianggap sebagai sampah masyarakat. Sebab dunia sudah mengakui bahwa pelacuran menyebabkan juga berkembang biaknya penyakit kelamin. Bahkan penyakit AIDS yang kini sudah mendunia, juga menuding kaum WTS sebagai penyebab mewabahnya penyakit mematikan itu.
Lelaki jika masih ada, mustakhil WTS bisa hilang, begitu kata Gubernur Ali Sadikin ketika memimpin Jakarta tahun 1070-an. Dan nyatanya, komoditas non migas itu memang terus meruyak ke berbagai kota dan lapisan masyarakat. Di Kebumen misalnya, Saimun adalah lelaki hidung belang yang sangat gemar kaum “the butterfly of night” tersebut. Baginya kala itu, selagi ada sate, buat apa beli kambing segala.
Usia Saimun sekitar 3 tahun lalu memang baru 29 tahun, sehingga merupakan masa getol-getolnya dalam urusan asmara cinta. Dalam debutnya sebagai petualang esek-esek, dia kemudian punya langganan WTS bernama Vivi. Selaian wajahnya lumayan cantik, bodinya meck, nggitar sepanyol. Ibarat ketela pohon, dia pulen dan mempur ketika dinikmati di ranjang. Pendek kata, Saimun selalu ketagihan kencan bersamanya.
Kalau mau berkata sejujurnya, sebetulnya cukup banyak pengalaman Saimun dalam urusan satu ini. Ibarat kata, jenis perempuan apa saja, pernah dicoba. Yang hitam, yang putih bersih, yang gemuk, yang langsing seperti tiang PLN, dia pernah mencoba. Tapi ketika ketemu Vivi, dia jadi terpaku dan tak mau pindah ke pelukan wanita lain. Pelayanan WTS asal Banjarnegara itu memang luar biasa. “Bersama Vivi, semuanya bisa,” begitu dia pernah bersemboyan.
Asyiknya kencan bersama Vivi, membuat Saimun ingin mengacu pada system monopoli. Bila Tomy Soeharto dulu bisa monopoli cengkeh, kenapa untuk urusan pekeh memekeh lelaki lain tak bisa? Oleh karenanya, dengan mengatasnamakan moral, ingin meningkatkan harkat dan derajatnya, Saimun kemudian bermaksud mengambil Vivi sebagai istri. Itu artinya, bila buku coklat dari KUA sudah distempel ceplok ceplok, Vivi tak boleh lagi melayani lelaki di ranjang, kecuali untuk mas Saimun seorang.
Tersanjung satu hingga tujuh hati Vivi mendengar tekad mulia Saimun. Ternyata masih ada lelaki yang mau mengangkat dirinya dari lembah kehidupan yang kotor. Karena Vivi juga tak mau jadi WTS seumur hidup, akhirnya ajakan Saimun pun diterima dengan senang hati. “Tapi mas Saimun tak menyesal punya istri bekas WTS?”, kata Vivi menjajagi tekad dan semangat pelanggan istimewanya.
Indah sekali kehidupan Vivi sekarang. Setelah menikah resmi dia lalu diboyong Saimun ke rumah kontrakan di bilangan Desa Kuweru Kecamatan Kuwarasan. Soal urusan ranjang tak ada perubahan. Hanya ketika masih dibordil dia melayani Saimun sebagai pelacur professional, kini Vivi menggoyang Saimun sebagai pemain amatir karena tak dibayar. Bila dulu sekadar untuk senang-senang, kini ada target pengin punya anak.
Kekecewaan Vivi mulai muncul ketika sampai berbulan-bulan jadi istri Saimun, ekonominya tak juga membaik. Dulu ketika jadi WTS prof tiap hari pegang uang, kini jarang-jarang dia punya uang lebih. Sebab semuanya sudah dijatah oleh suaminya, dan itu tak pernah cukup, karena penghasilan Saimum sebagai buruh memang kecil. “Saya tak kembali jadi WTS ya, biar punya duit lagi,” begitu mohon Vivi beberapa hari lalu.
Apapun alasannya, tentu saja Saimun tak mengizinkan istrinya back to asyik.. Masa istri yang sudah berplat item alias milik pribadi, kembali mau dikuningkan sebagai kendaraan umum? Oleh karenanya, dia menolak dengan keras gagasan edan bininya itu. Tapi rupanya, Vivi terus bersikeras pada keinginannya. “Habis, sampeyan jadi suami hanya modal titit doing,” kata Vivi saking kesalnya.
Hanya sedikit dan pendek kata-kata istrinya, tapi membuat Saimun sangat tersinggung berat. Tukang tambal ban itu jadi mata gelap. Pisau dapur diambil dan langsung dibuat menggorok leher istrinya yang tak mau diajak ke jalan yang benar itu. Habis membunuh bininya, Saimun lalu menyerahkan diri ke Polsek Kuwarasan. Gegerlah warga desa itu dalam sekejap.
0Awesome Comments!