0
Analis: SBY jadi bulan-bulanan partai
JAKARTA – Sikap berseberangan dengan partai koalisi lain yang kerap ditunjukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak terlepas dari tradisi yang dibangun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief mengatakan, tradisi yang dibangun oleh Presiden SBY dalam pemerintahan sistem presidensial telah salah kaprah sejak awal. "Dalam sistem presidensial, kabinet itu bukan perpanjangan dari parlemen (DPR). Itu tradisi salah yang dibangun SBY dan itu juga yang membuatnya jadi bulan-bulanan partai," kata Yudi saat dihubungi wartawan, tadi malam.
Ia mengatakan, keputusan keluar-tidaknya PKS dari Sekretariat Gabungan partai koalisi pendukung pemerintah tidak berhubungan dengan ditariknya menteri-menteri asal partai puritan tersebut. Yudi bahkan menambahkan, dalam sistem presidensial, partai koalisi sebenarnya tidak ada. "Ini memang lucu. Tak ada koalisi dalam sistem presidensial. Masalahnya ada pada SBY. Dia (SBY) mau pakai atau tidak menteri-menteri dari PKS itu sepenuhnya wewenang presiden. Tapi saya duga, SBY tidak berani mengeliminasi menteri-menteri dari PKS karena potensi dan risiko politik yang bisa ditimbulkan akan besar," ujar pengarang buku berjudul Negara Paripurna tersebut.
Bahkan, jika pun keluar dari Setgab, PKS tidak berhak menarik menteri-menterinya. "Dalam tradisi yang benar, PKS tidak bisa menarik menterinya, karena yang berhak mengangkat dan memberhentikan menteri dalam sistem presidensial adalah presiden sendiri," kata Yudi.
Ia menyarankan, jika sering berseberangan dengan partai koalisi dan pemerintah, ada baiknya PKS bergabung dengan partai oposisi seperti PDIP, Gerindra dan Hanura. "Kalau sering berseberangan dengan pemerintah lebih baik mengambil posisi oposisi. Bagusnya begitu," tukas Yudi.
Senada dengan hal itu, dimana keputusan yang tidak tegas dari pemerintah dan Setgab dalam menyikapi Partai Keadilan Sejahtera akan merugikan penyelengaraan negara. Politisasi yang digunakan Presiden SBY untuk mencitrakan cara yang elegan kepada publik dalam mendepak PKS mengorbankan waktu kebangsaan dinilai tidak substantif. "Sebenarnya satu sama lain sudah tidak menahan penderitaan batin dari PKS, presiden dan khususnya Partai Demokrat," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, tadi malam.
Namun demikian, baik Presiden, Setgab maupun PKS saling tunggu untuk menceraikan hubungan. "Mereka terlalu dikungkung oleh keinginan tampil mulia di depan publik. Mestinya kalau untuk kepentingan pemerintah yang lebih baik mestinya bubaran aja atau diberhentikan," kata Jimly.
Mengeluarkan PKS dari Setgab dapat berujung pada diberhentikannya menteri-menteri dalam kabinet yang berasal dari partai puritan tersebut. Namun demikian, Jimly mengatakan, hal tersebut bukanlah masalah. "Makanya, presiden kan bisa memberhentikan (menteri-menteri asal PKS). Tapi kalau presidennya mau tampil mulia didepan publik kan susah kalau mau memberhentikan. Jadi tidak usah lah mempolitisasi keadaan," kata pakar hukum tata negara tersebut.
Kondisi saling tunggu saat ini antara PKS, Presiden SBY dan Setgab justru akan merugikan banyak pihak. Untuk itu, tindakan tegas yang terukur perlu diambil segera.
http://www.waspada.co.id/index.php?o…ama&Itemid=131
——————–
Niat membangun Koalisi Partai saja sejak saja awal sebenarnya sudah ngawur! Kalau dalam sistem Demokrasi modern masih mau memakai model ala Paguyuban, jadi kacaulah semuanya, sebab azas-azas rasional jadi dikesampingkan karena mau menonjolkan pertasaan kebersamaan. Koalisi partai yang dbuat SBY, hakekatnya tak lebih dari sebuah Paguyuban dalam masyarakat agraris, terutama di Jawa. Maunya, setiap anggota itu selalu kompak, seperti sebuah keluarga besar, merasa senasib-sepenanggungan, saling mendukung, dan menghindari konflik dan beda pandangan yang tajam. Metode seperti kalau hendak diterapkan dalam organisasi modern, apalagi dalam organisasi partai politik, tentu kacaulah semaunya. Bahwa mereka membuat Parpol masing-masing itu, itu karena visi dan missi serta garis perjuangannya (ideologi) yang berbeda dengan yang lain. Nah lucunya, seorang SBY berkehendak semua visi, misi dan ideologi masing-masing parpol itu dilupakan saja. Lalu yang dipakai visi-misi dan ideologi yang dibangun baru dalam paguyuban koalisi parpol itu. Jelas impossible itu!
SBY jadi bulan-bulanan partaiJAKARTA – Sikap berseberangan dengan partai koalisi lain yang kerap ditunjukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak terlepas dari tradisi yang dibangun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief mengatakan, tradisi yang dibangun oleh Presiden SBY dalam pemerintahan sistem presidensial telah salah kaprah sejak awal. "Dalam sistem presidensial, kabinet itu bukan perpanjangan dari parlemen (DPR). Itu tradisi salah yang dibangun SBY dan itu juga yang membuatnya jadi bulan-bulanan partai," kata Yudi saat dihubungi wartawan, tadi malam.
Ia mengatakan, keputusan keluar-tidaknya PKS dari Sekretariat Gabungan partai koalisi pendukung pemerintah tidak berhubungan dengan ditariknya menteri-menteri asal partai puritan tersebut. Yudi bahkan menambahkan, dalam sistem presidensial, partai koalisi sebenarnya tidak ada. "Ini memang lucu. Tak ada koalisi dalam sistem presidensial. Masalahnya ada pada SBY. Dia (SBY) mau pakai atau tidak menteri-menteri dari PKS itu sepenuhnya wewenang presiden. Tapi saya duga, SBY tidak berani mengeliminasi menteri-menteri dari PKS karena potensi dan risiko politik yang bisa ditimbulkan akan besar," ujar pengarang buku berjudul Negara Paripurna tersebut.
Bahkan, jika pun keluar dari Setgab, PKS tidak berhak menarik menteri-menterinya. "Dalam tradisi yang benar, PKS tidak bisa menarik menterinya, karena yang berhak mengangkat dan memberhentikan menteri dalam sistem presidensial adalah presiden sendiri," kata Yudi.
Ia menyarankan, jika sering berseberangan dengan partai koalisi dan pemerintah, ada baiknya PKS bergabung dengan partai oposisi seperti PDIP, Gerindra dan Hanura. "Kalau sering berseberangan dengan pemerintah lebih baik mengambil posisi oposisi. Bagusnya begitu," tukas Yudi.
Senada dengan hal itu, dimana keputusan yang tidak tegas dari pemerintah dan Setgab dalam menyikapi Partai Keadilan Sejahtera akan merugikan penyelengaraan negara. Politisasi yang digunakan Presiden SBY untuk mencitrakan cara yang elegan kepada publik dalam mendepak PKS mengorbankan waktu kebangsaan dinilai tidak substantif. "Sebenarnya satu sama lain sudah tidak menahan penderitaan batin dari PKS, presiden dan khususnya Partai Demokrat," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, tadi malam.
Namun demikian, baik Presiden, Setgab maupun PKS saling tunggu untuk menceraikan hubungan. "Mereka terlalu dikungkung oleh keinginan tampil mulia di depan publik. Mestinya kalau untuk kepentingan pemerintah yang lebih baik mestinya bubaran aja atau diberhentikan," kata Jimly.
Mengeluarkan PKS dari Setgab dapat berujung pada diberhentikannya menteri-menteri dalam kabinet yang berasal dari partai puritan tersebut. Namun demikian, Jimly mengatakan, hal tersebut bukanlah masalah. "Makanya, presiden kan bisa memberhentikan (menteri-menteri asal PKS). Tapi kalau presidennya mau tampil mulia didepan publik kan susah kalau mau memberhentikan. Jadi tidak usah lah mempolitisasi keadaan," kata pakar hukum tata negara tersebut.
Kondisi saling tunggu saat ini antara PKS, Presiden SBY dan Setgab justru akan merugikan banyak pihak. Untuk itu, tindakan tegas yang terukur perlu diambil segera.
http://www.waspada.co.id/index.php?o…ama&Itemid=131
——————–
Niat membangun Koalisi Partai saja sejak saja awal sebenarnya sudah ngawur! Kalau dalam sistem Demokrasi modern masih mau memakai model ala Paguyuban, jadi kacaulah semuanya, sebab azas-azas rasional jadi dikesampingkan karena mau menonjolkan pertasaan kebersamaan. Koalisi partai yang dbuat SBY, hakekatnya tak lebih dari sebuah Paguyuban dalam masyarakat agraris, terutama di Jawa. Maunya, setiap anggota itu selalu kompak, seperti sebuah keluarga besar, merasa senasib-sepenanggungan, saling mendukung, dan menghindari konflik dan beda pandangan yang tajam. Metode seperti kalau hendak diterapkan dalam organisasi modern, apalagi dalam organisasi partai politik, tentu kacaulah semaunya. Bahwa mereka membuat Parpol masing-masing itu, itu karena visi dan missi serta garis perjuangannya (ideologi) yang berbeda dengan yang lain. Nah lucunya, seorang SBY berkehendak semua visi, misi dan ideologi masing-masing parpol itu dilupakan saja. Lalu yang dipakai visi-misi dan ideologi yang dibangun baru dalam paguyuban koalisi parpol itu. Jelas impossible itu!
0Awesome Comments!