Ekonomi Pesisir Timur Bangka Terpukul Akibat Kerusakan Laut

0

Ekonomi masyarakat yang berbasis nelayan dan wisata di pesisir timur Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung, terpukul akibat parahnya kerusakan lingkungan pantai. Pendapatan nelayan kecil menurun drastis dan sejumlah situs wisata bawah air mati karena terumbu karang rusak parah.
Kondisi itu terjadi seiring maraknya pertambangan timah laut lepas pantai di kawasan tersebut.
Adi (35), nelayan pancing dari Pantai Rebo, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, menyebutkan pendapatan bersihnya saat ini berkurang hingga lebih dari 50 persen dari pendapatannya lima tahun lalu atau sejak sebelum pertambangan timah lepas pantai beroperasi. "Dulu rata-rata pendapatan bersih saya Rp 200.000 sampai Rp 300.000 sekali melaut. Sekarang hanya sekitar Rp 70.000," kata Adi, Selasa (24/4/2012) di Sungailiat.
Hal ini juga dialami para nelayan pancing di sebagian besar Kecamatan Sungailiat yang terletak di pantai timur Pulau Bangka, seperti di Pantai Teluk Uber dan Pantai Tanjung Pesona. Para nelayan sangat tergantung pada terumbu karang karena di sanalah mereka memancing ikan.
Berkurangnya pendapatan para nelayan itu terjadi karena rusaknya terumbu karang. Terumbu karang yang rusak tak lagi dihuni ikan sehingga ikan-ikan semakin sulit dicari. Untuk memperoleh ikan, saat ini para nelayan pancing harus melaut lebih jauh dengan jarak tempuh hampir tiga kali lipat dari kondisi lima tahun lalu.
Menurut Adi, sebagian besar terumbu karang yang merupakan lokasi pemancingan para nelayan Pantai Rebo saat ini telah rusak parah. Dari sekitar 25 terumbu karang yang berada dalam jarak empat kilometer dari garis pantai, sekarang hanya tersisa sekitar enam terumbu karang yang masih dihuni ikan, karena kondisinya masih relatif baik. Sisanya mati karena tertimbun lapisan sedimentasi, berupa butiran pasir halus.
Sedimentasi tersebut baru terlihat sejak kapal-kapal isap dan tambang rakyat apung banyak beroperasi di kawasan itu. Air menjadi keruh karena tambang-tambang timah lepas pantai itu terus memompakan limbah tailing yang dapat menyebar hingga radius lebih dari lima kilometer.
Di sektor wisata, instruktur selam dari Emas Diving Club, Sakinawa (57), menuturkan bahwa setidaknya empat gugusan terumbu karang di pantai timur Bangka yang dulunya menjadi lokasi wisata bawah air telah rusak dan tak mungkin menarik wisatawan lagi. Terumbu karang yang rusak itu di antaranya Karang Kering Rebo, Karang Kering Bamben Bui, Pulau Lampu Penyusuk, dan Pari Tiga Jebus.
Akibat kerusakan terumbu karang, jumlah wisatawan asing yang menyelam di kawasan itu turun drastis. "Tahun 2005 saya bisa mengantar sekitar 30 turis asing dalam setahun. Tahun lalu hanya enam turis asing," ungkapnya.
Senada dengan Sakinawa, pemilik resor Tanjung Pesona Beach yang terletak di Sungailiat, Bambang Patijaya mengatakan, wisata laut Pulau Bangka sangat terancam oleh tambang-tambang timah lepas pantai yang tak diatur lokasinya. Padahal, sektor ini menghidupi masyarakat pesisir.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung Ratno Budi mengatakan, diperkirakan 16.000 nelayan Pulau Bangka terancam oleh kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan timah lepas pantai ini.
Dalam setahun, diperkirakan terdapat 72 juta meter kubik limbah tailing dari sekitar 73 kapal isap yang beroperasi di perairan Pulau Bangka. Limbah dalam jumlah sangat besar itu mengakibatkan terumbu karang mati dan laut menjadi keruh sehingga akhirnya mengganggu ekosistem laut.
Keluhan terhadap kondisi pantai timur Pulau Bangka di Sungailiat telah banyak disampaikan masyarakat pada pemerintah daerah. Dalam peringatan Hari Bumi, 22 April 2012, Komunitas Bangka Belitung Cinta Laut yang terdiri dari berbagai unsur masyarakat dan peneliti, juga mendesak pembatasan kawasan tambang timah laut dari kawasan wisata dan nelayan. Sejauh ini, belum ada kebijakan tegas untuk mengaturnya.